Serpihan Buku

Oleh: Tito Erland S

Judul buku : Ilmu dalam Perspektif
Penyunting : Jujun S Suriasumantri
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tahun Terbit : 1992

Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar Redaksi
Oleh : Jujun Suriasumantri

Manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni: apakah yang ngin kita ketahui (ontologi), bagaiamanakah cara kita memperoleh pengetahuan (epistimologi), dan apakah nilai pengetahuan tersebuat bagi kita (aksiologi). Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita hatus mengerti apakah hakekat ilmu itu sebenarnya. Ilmu memang memberikan kebenaran namun kebenaran keilmuan buakanlah satu-satunya kebenaran dalam hidup kita.

Ilmu dan falsafah
Falsafah diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan mneyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Tugas falsafah yang sebenarnya bukanlah menjawab pertanyaan kita namun mempersoalkan jawaban yang diberikan.
Lalu apakah hubungan falsafah dengan ilmu? Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-cri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya. Falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu.

Dasar Ontologi Ilmu
Dalam dasar ontologi ilmu, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Ilmu mempelajari obyek-obyek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris. Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris. Asumsi pertama, menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya.

Metode Keilmuan
Terdapat dua pola dalam memperoleh pengetahuan. Yang pertama adalah berpikir secara rasioanal, dimana berdasarkan paham rasionalisme ini idea tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Pikiran manusia dapat mengetahui idea tersebut, namun tidak menciptakannya, dan tidak pula mmpelajarinya lewat pengalaman. Dengan kata lain, idea tentang kebenaran, yang menjadi dasar pengetahuannya, diperoleh lewat berpikir secara rasional, terlepas dari pengalaman manusia.
Sistem pengetahuan dibangun secara koheren diatas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti. Namun dari manakah kita mendapat kebenaran yang sudah pasti bila kebenaran itu tercerai dari pengalaman manusia yang nyata? Tiap orang cenderung utnuk percaya pada kebenaran uyang pasti menurut mereka sendiri. Lalu bagaimana kita bisa samapai kepada konsensus bila hanya berdasarkan apa yang dianggap benar oleh masing- masing? Pengalaman kita sehari-hari menunujukan dengan jelas betapa sukarnya kita sampai kepada suatu kesimpulan yang disetujui bersama bila hanya berdasarkan cara tersebut. Oleh sebab itu maka munculah kemudian suatu pola berpikir lain yang merupakan cara yang sama sekali berlawanan dengan rasionalisme, yang dikenal dengan nama empirisme. Menurut mereka pengetahuan ini tidak ada secara apriori dibenak kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman.
Apakah pendakatan empiris ini membawa kita lebih dekat kepada kebenaran? Ternyata juga tidak, sebab gejala yang terdaopat dalam pengalaman kita baru mempunyai arti kalau kita memberikan tafsiran terhadap mereka. Kitalah yang memberi mereka sebuah arti: sebuah nama, sebuah temapat, atau apa saja.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan gabungan antara pendekatan rasional dan empiris yang dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan rangka kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme kerangka pengujian dalam memstikan suatu kebenaran. Kedua metode ini yang dipergunakan secara dinamis menghasilkan pengetahuan yang konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji secara empiris.
Dalam suatu produk keilmuan terdapat kontrol yang ketat dari masyarakat keilmuan. Kontrol kualitas ini memberikan ilmu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Namun tetap saja ilmu mempunyai kekurangan. Kekurangan-kekurangan ini bersumber pada asumsi landasan epistimologis ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh pengetahuuan yang bertumpu pada persepsi, ingatan dan penalaran. Persepsi kita yang mengandalakan panca indera jelas mempunyai kelemahan, sebab panca indera manusia tidak sempurna.

Beberapa konsep ilmu
Pengetahuan keilmuan itu haruslah bersifat umum, sebab suatu pernyataan yang bersifat umum akan mempunyai ruang lingkup yang luas, dan dengan demikian hal itu akan sangat memudahkan kita. Suatu pernyataan yang bersifat umum, seperti semua logam kalau dipanaskan akan memuai, menyebabkan kita mampu menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol semua gejala seperti ini yang terjadi pada berbagai jenis logam.
Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah menccari pengetahuan yang bersifat umum, dalam bentuk teori, hukum, kaedah , asas, dan sebagainya. Namun harus disadari bahwa derajat kerampatan (generalisasi) dari berbagai obyek penelahaan, sesuai dengan hakekat obyek-obyek tersebut masing-masing, jelas akan berbeda. Lagipula perbedaannya hanayalah dalam derajat, bukan dalam hakekat. Gejala-gejala fisik dengan mudah disarikan ke dalam pengetahuan yang mempunyai derajat kerampatan yang universal, karena hakekat obyek-obyek fisika bersifat sederhana. Keadaannya akan lain sekali bila kita berhubungan dengan gejala- gejala sosial.
Suatu gejala perilaku manusia yang berlaku secara umum disuatu daerah tertentu belum tentu berlaku sama di daerah lain. Demikian juga, suatu kesimpulan yang benar pada waktu tertentu mungkin salah pada waktu yang beralianan. Hal tersebut terjadi karena fakrotr-faktor yang mempengaruhi suatu gejala sosial sangat banyak dan kompleks. Interaksi antara faktor-faktor tersebut bersifat dinamis dan berubah tiap waktu. Berlainan dengan logam yang mati dan statis, manusia adalah makhluk hidup yang tumbuh dengan dinamis.
Proses untuk mendapatkan pengetahuan keilmuan dalam semua bidang ilmu adalah sama. Metode yang dipergunakan adalah metode keilmuan yang sama. Memang terdapat perbedaan mengenai obyek yang ditelaah dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dan hal ini menyebabkan pengembangan teknik-teknik yang berbeda sesuai dengn bidang yang dihadapinya, namun teknik-teknik tersebut diperkembangkan dalam rangka melaksanakan metode keilmuan yang sama.
Penarikan kesimpulan dalam kegiatan keilmuan dilakukan dengan cara induksi maupun deduksi. Induksi adalah satu cara pengambilan keputusan dimana kita menarik kesimpulan yang bersifat umum, dari kasus-kasus individual.deduksi adalah sebuah proses yang menarik kesimpulanan bersifat individual dari pernyataan yang bersifat umum.
Kegiatan keilmuan mengenal dua bentuk masalah. Bentuk yang pertama merupakan masalah yang belum pernah diselidiki sebelumnya, sehingga jawaban dari permasalahan tersebut merupakan pengatahuan baru. Bentuk yang kedua mempelajari masalah yang berupa konsekwensi praktis dari pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Penelitian keilmuan yang menyelidiki bentuk masalah yang kedua ini disebut penelitian terapan.
Masalah pada hakekatnya merupakan sebuah pertanyaan yang mengundang jawaban. Sebuah pertanyaan mempunyai peluang yang besar untu bisa dijawab dengan tepat kalau pertanyaan itu dirmuskan dengan baik. Perumusan masalah secara baik mengandung pernyataan tentang faktor-faktor atau unsur-unsur yang terlibat dalam masalah tersebut dan hubungan logis yang ingin ditemukan antara mereka.

Dasar Aksiologi Ilmu
Ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemisikinan, dan sebagainya. Namun ilmu juga bisa membawa malapetaka. Contohnya adalah atom. Dengan mempelajari atom kita bisa memanfaatkan ujud tersebut sebgai sumber energi bagi keselamatan manusia, tapi di pihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia pada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.
Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itualah yang harus mempunyai sikap. Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistimologisnya saja. Sedangakan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan buruk, yang hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap. []


Pikiran Manusia Yang Tak Tertundukan
Oleh : Gilbert Highet

Sejarah kemanusiaan akan lebih muda dipahami bila ditinjau dari proses belajar. Sebenarnya karena faktor belajarlah maka manusia dapat mencapai peradabannya seperti sekarang ini.
Sudah banyak pemikir besar muncul, seperti Plato dan Aristoteles. Kita mengenal dua cara untuk mengembangkan pemikiran mereka. Yang pertama adalah memberi mereka tantangan dan rangsangan. Cara yang kedua adalah membawa mereka agar mengenal pemikiran-pemikiran yang menonjol.
Kita mengetahui bahwa pemikiran manusia sekarang mampu melakukan jauh lebih banyak pekerjaan dibandingkan dengan apa yang pernah dilakukan sebelumnya.secara individual kebanyakan dari manusia adalah pemalas, kecerdasan yang tak cemerlang dan penuh petualangan yang dimiliki sewaktu muda tak pernah lagi digunakan selama 70 tahun dari sisa hidupnya. Secara keseluruhan perkembangan pemikiran manusia di dunia ini dihambat oleh tiga penyebab yaitu, kemiskinan, kesalahan, hambatan yang disengaja.
Walaupun banyak hal yang menghambat pemikiran manusia, tenaga pemikiran manusia yang tak tercapai tetap akan menemukan jalan keluar. Masih akan tetap terdapat para penemu, peneliti, dan pemikir, meskipun untuk beberapa abad mereka akan tampak eksentrik seperti orang-orang suci yang jarang terdapat.
Lebih mudah menghancurkan umat manusia secara fisik daripada menghancurkannya secara mental. Karena manusia mampu menyesuaikan diri, dan daya penyesuaian ini adalah kemampuan untuk mengubah dan mengembangkan kekuatan pikirannya. []


Apakah Sebenarnya Berpikir
Oleh: J. M. Bochenski

Secara umum perkembangan dalam idea, konsep dan sebagainya dapat disebut berpikir. Pemikiran keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh. Artinya, suatu cara berpikir yang berdisiplin, dimana seorang yang berpikir sungguh-sungguh takan membiarkan idea dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu akan diarahkan pada suatu tujuan yaitu pengetahuan.
Dalam berpikir terdapat usaha untuk mengenali obyek yang belum ditetapkan dan cara berpikir seperti ini dinamakan penalaran. Jika obyek itu telah ditetapkan maka yang kita lakukan hanyalah melihat dan menggambarkannya. Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Masalah yang penting adalah bagaimana caranya kita menemukan atau mengetahui sesuatu obyek yang belum tentu penarikan kesimpulan? Hal itu dapat dilakukan salah satunya dengan cara deduksi.
Penalaran harus memenuhi dua persyaratan. Pertama harus ada premis tertentu yang berupa pernyataan yang kebenarannya telah diketahui atau dapat diterima. Kedua harus mempunyai cara dalam penarikan kesimpulan.
Manusia telah mengembangkan metode yang sangat teliti dalam memperkuat kesimpulan yang tidak pasti. Walaupun begitu semuanya ini tidak mengubah pernyataan dasar bahwa ilmu mempergunakan aturan yang tidak pasti. Akibatnya adalah bahwa teori-teori keilmuan tidak merupakan kebenaran yang pasti. Apa yang mampu dilakukan ilmu, dan apa yang sebenarnya memang dilakukan ilmu, semuanya hanya bersifat kemungkinan.
Kita harus mempunyai sikap yang lebih jelas terhadap ilmu. Hal tersebut dengan berlandaskan prinsip-prinsip, pertama; ilmu adalah sangat berguna, kedua; kita hampir tidak mempunyai sesuatu yang lebih baik daripada ilmu dalam hal menjelaskan alam, ketiga; orang yang berpikir harus memihak ilmu dan menentang kekuasaan manusia bila terjadi suatu kontradiksi anatara mereka, keempat; ilmu bukanlah sesuatu yang pasti, kelima; ilmu hanya mempunyai kemampuan dalam bidangnya sendiri.[]


Kaidah-Kaidah Ilmu Yang Masuk Akal: Suatu Dongeng Tentang Pasang
Oleh: W. M. Davis

Ilmu menyangkut kaidah mental yaitu kekuatan pengamatan untuk menemukan fakta-fakta, kecerdasan untuk mengajukan berbagai hipotesis, mempergunakan logika dalam berpikir dalam melakukan deduksi dari setiap hipotesis, dan berpihak dalam pengujian untuk memutuskan hipotesis mana yang berkompeten untuk menjelaskan fakta-fakta tersebut.
Jika kita benar-benar ingin memahami alam, maka gejala-gejala yang secara langsung tidak dapat kita tangkap dengan indera kita yang terbatas itu harus dijaring dengan cara lain, dan cara yang biasa dilakukan adalah dengan berteori. Fakta-fakta yang dapat diamati dijaring oleh indera-indera kita sedangkan fakta-fakta yang luput dari tangkapan indera akan terjaring oleh pikiran kita. Oleh sebab itu maka penemuan hipotesis pada dasarnya tidak lebih dari suatu usaha mental untuk membawa fakta-fakta tak dapat ditangkap kedalam suatu hubungan sebab akibat dengan fakta-fakta yang dapat ditangkap. Setelah berbagai hipotesis ditemukan langkah selanjutnya adalah menetukan apakah fakta-fakta yang tidak tertangkap indera yang dikemukakan dalam hipotesis tersebut memang ada.
Ilmu tidaklah bersifat akhir maupun tak mungkin salah. Ilmu adalah pertumbuhan dan pertumbuhan itu jauh dari selesai. []


Fakta, Kepercayaan, Kebenaran, Dan Pengetahuan
Oleh: Bertrand Russell

Segala sesuatu yang berada di dunia dapat disebut sebagai suatu fakta. Fakta adalah sesuatu yang ada, apakah tiap berpikir demikian atau tidak. Kebanyakan fakta adalah bebas dari kemauan kita; itulah sebabnya mengapa mereka sering disebut ”keras”, “keras kepala”, atau “tak dapat dihindarkan”. Fakta-fakta fisik kebanyakan bersifat bebas tidak hanya dari kamauan kita tapi juga bahkan dari eksistensi kita.
Suau kepercayaan adalah suatu keadan tertentu dari tubuh atau pikiran atau keduanya. Suatu karakteristik dari suatu kepercayaan adalah bahwa ia memiliki pertalian dengan dunia luar. Kasus paling sederhana yang dapat diamati dalam perilaku, dimana karena refleks yang telah terbiasa, adalah hadirnya A menyebabkan timbulnya kelakuan B.
Bila suatu kepercayaan dinyatakan dalam kata-kata, selalu akan terdapat kemungkinan bebrapa keadaan diaman kita tak dapat mengatakan apakah kata-kata itu akan mengemukakan kepercayaan dengan benar atau salah, tetapi kemungkinan ini dapat diperkecil seminimal mungkin, sebagaian dengan memperbaiki analisa verbal, sebagian lagi dengan suatu teknik pengamatan yang lebih baik. Apakah ketepatan secara sempurna itu secara teoritis ada atau tidak, hal ini tergantung kepada sifat dunia fisik apakah itu terputus-putus atau berlanjut.
Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merukan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih diluar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah salah. Suatu kalimat dapat disebut benar atau salah, meskipun tak seorang pun mempercayainya, asalkan jika kalimat itu dipercaya, benar atau salahnya kepercayaan itu terletak pada masalahnya.
Pengetahuan adalah suatu sub kelas dari kepercayaan yang benar: setiap hal mengenai pengetahuan merupakan hal mengenai kepercayaan benar, tetapi tidak sebaliknya.
Kita harus memusatkan perhatian kita pada hal-hal mengenai fakta dan prinsip-prinsip penarikan kesimpulan. Kita bsa mengatakan bahwa apa yang diketahui terdiri dari, pertama-tama dari fakta dan prinsip tertentu dalam penarikan kesimpulan, yang tak satu pun membutuhkan bukti dari luar, dan kedua semua yang dapat ditentukan berdasarkan penerapan prinsip penarikan kesimpulan terhadap fakta.
Hakekat pengetahuan adalah bersifat derajat. Derajat tertinggi ditemukan dalam fakta persepsi, dan dalam keyakinan yang diberikan oleh argumentasi yang sangat sederhana. Derajat paling tinggi berikutnya adalah dalam ingatan yang terang. Bila sejumlah kepercayaan adalah masing-masing sampai tahap tertentu dapat dipercaya, mereka akan lebih bisa dipercaya lagi bila mereka ternyata ditemukan bersifat koheren dalam keseluruhan yang logis. []


Perkembangan Ilmu
Oleh : George J. Mouly

Permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Bangsa Yunani dapat dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis.
Pendekatan silogistik adalah satu-satunya metode yang efektif dalam cara berpikir secara sistematis dalam jaman Yunani dan Romawi sampai pada masa Renaissance. Pasca masa tersebut lahirlah pendekatan induktif. Hal tersebut kemudian dikembangkan lagi dengan munculnya metode gabungan antara induktif dan deduktif. Metode gabungan ini merupakan kegiatan beranting antara induksi dan deduksi dimana mula-mula seorang penyelidik mempergunakan metode induksi dalam menghubungkan pengamatan dengan hipotesis. Kemudian secara deduktif hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah terdapat berbagai perubahan yang dirasa perlu maka hipotesis ini diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan untuk mengetahui syah atau tidaknya hipotesis tersebut secara empiris.
Dalam sejarah perkembangan ilmu, dahulu kala manusia menerangkan gejala-gejala alam sebagai akibat dari perbuatan dewa-dewa. Lambat laun manusia menyadari bahwa gejala alam dapat diterangkan dengan sebab musabab alam. Hal tersebut dibagi dalam dua tahap perkembangan yang salaing bertautan, yaitu tingkat empiris dan tingkat penjelasan (teoritis).
Tingkat yang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis, dimana hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran tentang sebab musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. []


Metode dalam Mencari Pengetahuan:
Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan
Oleh: Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt

Kaum rasionalisme mulai dengan suatu pernyataan yang sudah pasti, aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari idea yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Plato memberikan gambaran tentang rasionalisme. Menurutnya untuk mempelajari sesuatu seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui.
Sementara itu kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Aspek dari teori empiris ada dua, pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan diketahui. Kedua adalah kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan pada pengalaman manusia.
Sedangkan metode keilmuan adalah merupakan kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Kerangka dasar metode keilmuan dapat diuraikan dalam beberapa langkah, yaitu: sadar akan adanya masalah dan rumusan masalah; pengamatan dan pengumpulan data yang relevan; penyusunan atau kalsifikasi data; perumusan hipotesis; deduksi dan hipotesis; serta tes dan pengujian kebenaran dari hipotesa.
Namun metode keilmuan ini mendapat kritikan. Salah satu kritikannya adalah pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidakalah berartyi bahwa hal ini merupakan keharusan, universal maupun tanpa persyaratan tertentu. Pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap harus terus menerus berubah. []


Struktur Ilmu
Oleh: Peter R. Senn

Ilmu dapat dianggap sebagai suatu sistem yang menghasilkan kebenaran. Dan seperti juga sistem-sistem yang lainnya dia mempunyai komponen-komponen yang berhubungan satu sama lain. Komponen utama dari sistem ilmu adalah perumusan masalah, pengamatan dan deskripsi, penjelasan, ramalan dan kontrol.
Tiap-tiap komponen ini mempunyai metode sendiri. Apa yang sering disebut dengan metode keilmuan adalah cara yang singkat dalam mendeskripsikan sistem ilmu yang menghasilkan penegtahuan yang dapat dipercaya beserta metode-metode yang spesifik dari tiap-tiap komponen sistem tersebut.
Pada akhirnya setelah melaksanakan komponen-komponen tersebut maka yang perlu dilakukan adalah penulisan laporan. Dalam hal ini persyaratan kejujuran adalah penting sekali.
Ilmu merupakan milik umum. Ilmu-ilmu sosial membutuhkan banyak sekali ahli untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena banyak kejadian sosial tidak bisa diulang dan terjadi hanya sekali saja atau jangka waktu yang jarang sekali. Ilmu telah lama menyadari, bahwa sebaiknya terdapat banyak orang yang melakukan pengamatan secara sendiri-sendiri, dan setelah itu memaklai hasilnya bersama-sama. []


Aturan Permainan Dalam Ilmu Alam
Oleh: B. Suprapto

Salah satu faktor yang telah membawa ilmu-ilmu alam ke bentuknya yang sekarang ini adalah aturan permainan yang digunakan dalam proses pengembangannya. Aturan-aturan pokok tersebut antara lain adalah pengamatan berulang, jalinan antara teori dan pengamatan dan kemampuan meramalkan gejala alam lain.
Ilmu-ilmu alam membatasi diri dengan hanya membahas gejala-gejala alam yang dapat diamati. Ilmu-ilmu alam mempunyai saling keterkaitan dalam suatu pola sebab akibat yang dapat dipahami dengan penalaran yang sama. Lebih dari itu ilmu dapat memberikan manfaat bagi manusia dengan kemampuannya untuk meramalkan gejala alam yang akan terjadi.
Lingkup kerja ilmu alam sangat terbatas, dan belum semua gejala alam dapat diketahui. Namun bagaimanapun juga gejala alam diabad keduapuluh ini cukup banyak yang dapat dijawab dengan ilmu alam. []


Ilmu-Ilmu Alam
dan Ilmu-Ilmu Sosial: Beberapa Perbedaan
Oleh: Deobold B. Van Dalen

Terdapat beberapa perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Salah satunya adalah gejala sosial lebih kompleks dibandingkan gejala alam. Ilmu alam berhubungan dengan gejala yang bersifat fisik. Sementara gejala sosial diperlukan penjelasan yang lebih dalam untuk mempu menerangkan gejala yang diamatinya.
Selain itu pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit diabndingkan dengan gejala ilmu alam. Ahli ilmu sosial tak mungkin melihat, mendengar, meraba, mencium, atau mengecap gejala yang sudah terjadi di masa lalu.
Perbedaan berikutnya adalah gejala alam pada umumnya bersifat seragam dan gejala tersebut dapat diamati sekarang. Sementara gejala sosial banyak yang bersifat unik dan sukar terulang kembali.
Perbedaan lainnya adalah ahli ilmu alam tidak usah memperhitungkan tujuan atau motif dari obyek yang diamatinya. Tetapi ahli ilmu sosial mempelajari manusia yang merupakan makhluk yang penuh tujuan dalam tingkah lakunya. []


Perbedaan Antara Ilmu-Ilmu Alam
dan Ilmu-Ilmu Sosial: Suatu Pembahasan
Oleh: Richard S. Rudner

Banyak terdapat kritikan terhadap ilmu-ilmu sosial. Namun ternyata bahwa argumentasi mengenai ketidakmungkinan semua ilmu maupun ilmu sosial ditinjau dari segi deskripsi yang kasar, keunikan obyek, abstraksi, pemutarbalikan penelaahan keilmuan dan ketidakmampuan untuk menangkap pernyataan, semuanya didasarkan pada anggapan yang salah tentang hakekat ilmu.
Kesalahan disini dimulai dengan salah pengertian mengenai dengan apa yang dinamakan ilmu dan apa yang dikerjakannya. Suatu kekacauan lain yang ada kaitannya denagn hal ini kekacauan tentang sifat dan fungsi ilmu, dimana terdapat anggapan bahwa fungsi ilmu bukan saja memproduksikan alam secara harafiah, namun juga bahwa pernaytaan keilmuan harus membawa sensai, reaksi atau tanggap terhadap rangsang yang betul-betul sama atau hampir sama.
Tujuan ilmu sosial dianggap bukan untuk mengetahui namun harus mengerti suatu kejadian sosial. Oleh sebab itu metode ilmu sosial harus berbeda dengan ilmu alam. Pengertian ini didapat dengan jalan menempatkan diri kita pada tempat obyek yang diteliti. []


Ilmu dan Humaniora
Oleh: L. Wilardjo

Humaniora adalah seperangkat dan perilaku moral manusia terhadap sesamanya. Ilmu terkait dengan humaniora. Hal tersebut dikarenakan ditinjau dari tugas dan tujuan ilmu untuk mencari kebenaran, ilmu sebenarnya dapat dipandang sebagai suatu latihan dalam mencari, meresapkan dan menghayati nilai-nilai dasar.
Disini makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran keilmuan. Kebenaran ini tidak mutlak dan tidak sama ataupun langgeng, melainkan bersifat nisbi, sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Tegasnya apa yang dewasa ini kita pegang teguh sebagai kebenaran senantiasa merupakan hasil jerih payah bertahun-tahun mengembangkan dan menyempurnakan kebenaran lam, kebenaran yang kurang umum cakupannya, dan barangkali bahkan sekarang sudah dianggap usang.
Perenungan dan pengawasan bukan semata-mata monopoli humaniora. Firsat juga memainkan peranan yang berarti dalam ilmu dan sejarah perkembangan. Seorang ilmuwan tentunya takan mengarahakan penelitiannya ke sasaran tertentu, kalau ia tak merasakan himbauan firasat.
Dalam mencari kebenaran, ilmuwan harus senantiasa berusaha melengkapi dirinya dengan budi luhur atau kebajikan kalau ia ingin mempunyai peluang,betapapun tipisnya, untuk menerobos tabir rahasia keilmuan. Budi luhur ini misalnya kapasitas kerja keras, ketabahan atau kegigihan, ketekunan, kesetiaan pada tugas, keterbukaan untuk bekerjasama, saling menghargai rekan-rekannya sesama ilmuwan serta usaha dan hasil-hasil baik mereka.

Ilmu dan Etika
Kata bermoral mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku, sedangkan beretika mengacu pada bagaimana seharusnya ia berperilaku. Etika memberikan nasehat-nasehat mengenai perilaku tetapi tidak menyatakan dengan tegas tujuan yang baik dan didambakan yang moga-moga akan dicapai dengan menuruti nasehat itu, dan akibat-akibat jelek yang akan menimpa jika petuah itu dilanggar.
Di dunia modern ini, ilmu tak dapat disangkal lagi jelas mendominasi. Maka dipandang dari segi daya ramalnya ilmu pun dapat dianggap sebagai sumber nasehat perihal perilaku. Pernyataan ini tentunya lebih mudah diterima oleh para etikawan fenomenologis. Walaupun begitu, etikawan normatif pun tidak perlu enggan menerima pandangan ini dengan pengertian bahwa khazanah pengetahuan yang sangat banyak isinya itu, dan beberapa diantara ramalan-ramalannya yang penting dan terandalkan, seharusnya dipandang sebagai informasi tambahan untuk menafsirkan norma-norma etika secara lebih betul dan lebih relevan.

Berwawansabda dengan Sang Pencipta
Walau ilmu tak mengandung asas-asas normatif dan sebaliknya agama pada umumnya bertumpu pada seperangkat norma-norma tertentu, namun sukar untuk mengatakan bahwa ilmu harus merupakan kegiatan yang netral agama.
Setiap kegiatan keilmuan yang berusaha membebaskan dirinya dari masalah keagamaan mengenai bagaimana kegiatan keilmuan itu mesti mencerminkan daya upaya manusia untuk belajar menanggapi ajakan Tuhan untuk berkomunikasi, cenderung akan mengorbitkan penalaran nara ke dalam edaran swatantra dan mendudukannya di takhta yang lebih tinggi dari segala hal lain. Ini berarti keterbatasan manusia sebagai makhluk. []


0 komentar: